Inkonsistensi Dalam Pembentukan Peraturan Bupati

 


Oleh : H. Firdaus, SH. MH


 

Hampir 7 (tujuh) tahun menjabat Kepala Bagian Hukum di Sekretariat Daerah Kabupaten Merangin, penyusunan produk hukum merupakan tugas yang paling banyak dibandingkan dengan penyelesaian perkara hukum. Karena seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD), memerlukan Produk Hukum berupa Peraturan Daerah, Peraturan Bupati dan Keputusan Bupati sebagai dasar kewenangan mereka dalam melaksanakan kegiatan.


Dalam meneliti produk hukum yang diusulkan oleh OPD pemakarsa tersebut, penulis selalu menganalisis yang didasarkan atas teori perundang-undangan dan teori Hukum Administrasi Negara. Hal ini dimaksudkan, agar setelah produk hukum diundangkan dan ditetapkan oleh Bupati, tidak akan cacat yuridis baik dari sisi formil maupun materil dari suatu produk hukum.


Dari ketiga produk hukum tersebut, maka Peraturan Bupati cukup banyak diusulkan oleh OPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Merangin, di mana rata-rata 80 (delapan puluh) Peraturan Bupati yang diundangkan ke dalam Berita Daerah setiap tahunnya. Untuk membentuk Peraturan Bupati, pijakannya tetap didasarkan atas Pasal 246 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menegaskan bahwa Peraturan Bupati hanya diperlukan dalam rangka melaksanakan suatu Peraturan Daerah atau atas dasar kuasa dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.


Asas-asas dalam ketentuan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah tersebut, menjadi acuan bagi penulis ketika membahas Rancangan Peraturan Bupati yang diusulkan oleh OPD pemakarsa. Sehingga setiap Rancangan Peraturan Bupati yang disulkan itu, selalu penulis telaah terlebh dahulu terkait dengan peraturan perundang-undangan yang diatasnya yang memerintahkan agar persoalan tersebut ditetapkan dengan Peraturan Bupati. Artinya, tidak sertamerta setiap Rancangan Peraturan Bupati yang diusulkan oleh OPD pemakarsa, ditetapkan oleh Bupati dan diundangkan ke dalam Berita Daerah.


Akan tetapi, walaupun telah diupayakan tetap taat asas dalam melaksanakan Pasal 246 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, inkonsistensi tetap tidak dapat dihindarkan dalam pembentukan Peraturan Bupati. Hal ini dikarenakan, ada perintah dari Institusi yang lebih tinggi, kepada Kepala Daerah yang memerintahkan agar setiap daerah untuk segera membentuk Peraturan Bupati. Seingat penulis, 2 (dua) Peraturan Bupati yang diundangkan ke dalam Berita Daerah, menunjukkan inkonsistensi ini.


Pertama, ketika musim kemarau panjang terjadi pada tahun 2015 dan 2016 di Indonesia, di mana banyak titik api yang terlihat sebagai akibat dari kebakaran hutan dan lahan. Untuk mengatasi hal itu, Presiden menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 11 Tahun 2015 tentang Peningkatan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan. Dalam Diktum Kedua Angka 20 (dua puluh) huruf a dari Instruksi Presiden, secara imperatif memerintahkan daerah untuk segera membentuk Peraturan Kepala daerah. Oleh karena itu di Kabupaten Merangin dibentuk Peraturan Bupati Nomor 12 Tahun 2016 tentang Sistem Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, yang diundangkan ke dalam Berita Daerah pada tanggal 04 Maret 2016. 


Kedua, ketika bencana non-alam Corona Virus Disease 2019 (Covid 19) melanda Indonesia, sehingga Menteri Dalam Negeri menerbitkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Penyusunan Peraturan Kepala Daerah Dalam Rangka Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 di daerah. Dalam Diktum Instruksi ini, setiap daerah harus menerbitkan Peraturan Bupati guna Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (Covid 19). Untuk melaksanakan Instruksi ini, akhirnya dibentuk Peraturan Bupati Nomor 63 Tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (Covid 19), yang diundangkan ke dalam Berita Daerah pada tanggal 02 September 2020.


Instruksi yang penulis sebutkan di atas, memang ditujukan kepada Kepala Daerah seluruh Indonesia dan dari sisi tindakan pemerintahan dapat dibenarkan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Namun yang menjadi persoalan, adalah substansi dari instruksi itu sendiri yang di dalam Diktum dan lampirannya, harus dijadikan dasar dalam pembentukan Peraturan Bupati. Hal ini menurut penulis, merupakan inkonsistensi dari ketentuan Pasal 246 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.


Penulis berpendapat, Instruksi, bukanlah produk hukum yang dikategorikan sebagai peraturan perundang-undangan. Dalam Pasal 8 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, disebutkan terkait dengan hierarki peraturan perundang-undangan, disebutkan hanya terdiri dari Peraturan Presiden, Peraturan Lembaga Negara, Peraturan Menteri dan termasuk Peraturan Bupati. Dengan demikian, jelaslah bahwa bentuk produk yang berupa Instruksi, bukanlah suatu produk yang dapat dikategorikan sebagai peraturan perundang-undangan.


Dalam perspektif Hukum Administrasi Negara, Instruksi termasuk Surat Edaran yang dikeluarkan oleh institusi pemerintahan, merupakan Peraturan Kebijakan (Beleidsregel) yang akan mengatur lingkungan bawahan sendiri dalam penyelenggaraan pemerintahan. Produk ini bukanlah dapat dikategorikan sebagai hukum, tapi memang diakui punya relevansi hukum. (*)


* Penulis adalah Staf Ahli Bupati Bidang Politik, Hukum dan Pemerintahan Kabupaten Merangin

 

           

 

 

 

       

Share:

Diberdayakan oleh Blogger.

Wikipedia

Hasil penelusuran

Jumlah Pembaca

Advertisement

YouTube Fokus Info VisuaL

Popular Posts

Blog Archive

Recent Posts

Unordered List

Pages

Theme Support

BTemplates.com